Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menargetkan kenaikan terhadap produksi udang setiap tahun. Dalam pencapaian target tersebut, peningkatan produksi udang akan mengarah pada udang windu (Penaeus monodon) dan vaname (Litopenaeus vannamei). Salah satu cara meningkatkan produksi tersebut adalah melalui sistem budidaya udang vaname bioflok. Harapan kedepannya, peningkatan produksi ini bisa dari budidaya udang secara ekstensif hingga intensif.
History Budidaya Udang Vaname
Udang vaname sebagai salah satu komoditas ekspor Indonesia, beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan cukup pesat. Kita semua berharap vaname dapat menggantikan sementara udang windu dan memberikan andil terhadap perolehan devisa negara setelah menurunnya produksi udang windu. Seringnya terjadi kematian udang pada budidaya ekstensif hingga intensif oleh sebab adanya serangan penyakit. Seperti virus WSSV, TSV, IMNV, LvNV, IHHNV, WFD dan bakteri Vibrio harveyi.
Kita ketahui bahwa laju infeksi penyakit virus disebabkan sanitasi lingkungan dan menurunnya kualitas lingkungan baik secara internal dan eksternal. Terutama pengaruh limbah budidaya yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya.
Berkembangnya virus IMNV (Infectious Myo Necrosis Virus) pada udang vaname dapat menyebabkan kematian udang secara massal. Penyakit ini muncul karena kondisi lingkungan tambak terutama salinitas, suhu, dan kualitas pakan rendah.
Gejala serangan khas, pangkal ekor berubah merah dan secara bertahap terjadi kematian di dasar tambak. Penyakit Myo disebabkan oleh virus jenis RNA (Ribo Nucleic Acid). Virus tersebut tergolong ganas karena dapat mematikan vaname berumur 60–80 hari dalam waktu yang sangat cepat.
Untuk saat ini peningkatan produksi udang tidak lagi ideal pada kebijakan perluasan areal. Namun lebih utama pada pemanfaatan lahan yang ada dengan penggunaan teknologi yang tepat (Pantjara, 2008).
Budidaya Udang Vaname Sistem Bioflok
Salah satu teknologi yang dapat sedang berkembang untuk peningkatan produksi udang vaname tersebut adalah teknologi bioflok (Avnimelech, 2009). Dari beberapa negara seperti , Amerika Tengah, dan beberapa negara lainnya telah membuktikan keberhasilan teknologi bioflok baik untuk nila merah, udang vaname, dan udang windu (Avnimelech & Ritvo, 2003).
Budidaya udang vaname sistem bioflok Indonesia telah berkembang pada banyak daerah beberapa tahun terakhir. Teknik bioflok dapat memberikan keuntungan terutama dalam mempertahankan kualitas air dan efisiensi pakan 10%–20%.
Apa itu Budidaya Udang Vaname Bioflok?
Bioflok merupakan kumpulan atas berbagai mikroorganisme seperti bakteri, fungi, protozoa, fitoplankton, dan bahan organik dari limbah yang tidak terdekomposisi.
Teknologi bioflok merupakan teknologi ramah lingkungan karena memanfaatkan bahan dari limbah dari sisa pakan yang ada menjadi pakan dari mikroba sehingga bahan dari limbah organik tersebut terdegradasi dan mikroba dapat berkembang membentuk sekumpulan mikroba yang bercampur dengan koloid organik lainnya (Burford et al., 2004; De Schryver et al., 2008).
Menurut Avnimelech (2009), hasil perombakan tersebut jika terbentuk flok dapat bermanfaat bagi udang dan menjadi sumber protein yang sangat baik. Senyawa organik yang terdekomposisi mengandung senyawa karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O2), nitrogen (N) dengan sedikit fosfor (P) menjadi massa lumpur berupa biofloks dengan menggunakan bakteri pembentuk floks (Flocs Forming Bacteria).
Terbentuknya flok karena adanya bakteri yang mampu merombak limbah bahan organik. Sehingga bakteri tersebut berkembang dan masing-masing sel bakteri. Tiap bakteri berperan mensekresikan lendir metabolit dan biopolimer (polisakarida, peptide, dan lipida) atau senyawa kombinasinya.
Secara alami terjadi gaya tarik antar sel dari sel bakteri dan mikroorganisme serta organik lainnya yang membentuk flok yang banyak mengandung protein tinggi. Beberapa mikroorganisme berfungsi sebagai bioflocculant antara lain Zooglea ramigera, Paracolobacterium aerogenoids, Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Flavobacterium, Pseudomonas alcaligenes, Sphaerotillus natans, Escherichia intermedia.
Oksigen dalam budidaya Bioflok
Keberadaan oksigen dalam pembentukan bioflok mutlak diperlukan agar flok dapat terbentuk sempurna. Kekurangan oksigen dapat menyebabkan berkembangnya bakteri dan flok kurang terbentuk sempurna. Pada kondisi pH yang rendah dapat menghambat terbentuknya bioflok. Karena akan mengurangi kandungan kation divalen dalam air untuk ikatan esterase. Untuk itu, pada pH yang rendah perlu pemberian dolomit agar pH menjadi netral.
Hasil dekomposisi bahan organik menghasilkan amonia dapat menyebabkan toksik bagi udang. Namun, masih dapat termanfaatkan oleh bakteri dalam proses amonifikasi dan nitrifikasi sehingga kualitas air dapat lebih baik.
Perkembangan pesat dari bakteri flok akan memungkinkan terjadinya gumpalan-gumpalan yang bermanfaat kembali bagi biota. Namun demikian dibutuhkan kandungan oksigen yang cukup (> 4 mg/L), pH 7,3–8,3 untuk mempertahankan flok karena susunan flok akan berubah kembali setelah 8 jam. Kebutuhan aerasi besar ini menyebabkan teknik bioflok hanya layak secara ekonomis untuk padat tebar tinggi.
FAKTOR PENTING DALAM BUDIDAYA UDANG VANAME SISTEM BIOFLOK
1. Konstruksi tambak
Sebaiknya memakai tambak beton atau tambak plastik (HDPE) (Gambar 2). Konstruksi tambak dari tanah pembentukan bioflok kurang optimal karena pada tambak konstruksi tanah mempunyai kelemahan porositas tinggi sehingga harus menambah air dan bila dipasang kincir air yang cukup banyak menyebabkan sebagian tanah dasar teraduk dan merusakkan pematang tambak.
2. Limbah
Limbah sisa pakan harus cukup tinggi (budidaya udang intensif), karena limbah pakan dapat menyediakan karbon dan nitrogen. Rasio (perbandingan unsur karbon (C) dengan nitrogen (N) atau C/N rasio. Nilai ideal C:N rasio untuk bioflok 1:15 sampai 1:20 atau minimal 1:12. Secara alami rasio C/N dalam tambak kurang dari 12 sehingga perlu tambahan unsur karbon misalnya Molase.
3. Mengurangi pergantian air
Air yang berlebihan karena dapat mempengaruhi keseimbangan unsur C dan N. Selain itu, juga membuang bakteri yang sudah tumbuh dan sebaliknya kemungkinan masuknya bakteri negatif (patogen) dari luar.
4. Kecukupan Oksigen
Harus ada oksigen yang mencukupi baik untuk organisme budidaya juga organisme yang hidup di sekitarnya seperti bakteri, plankton, dan organisme lainnya. Kekurangan oksigen dapat berakibat fatal karena menghasilkan senyawa amonia cukup tinggi dan toksik bagi udang sehingga menyebabkan kematian udang budidaya.
5. Penempatan kincir
Penempatan kincir air harus tepat dalam proses pengadukan, dan distribusinya merata sehingga flok yang terbentuk dapat optimal. Terbentuknya flok oleh dominasi oleh bakteri heterotrop. Pengadukan air dalam tambak melalui kincir air harus stabil dan hindari terjadinya titik mati pergerakan air karena bakteri tidak akan mampu mengubah limbah organik dalam air menjadi protein bakteri.
6. Monitoring
Monitoring harus tetap jalan untuk mengecek kepadatan flok sehingga tidak terlalu padat, karena bila berlebihan dapat menurunkan kualitas flok. Kita dapat mengurangi kelebihan flok dengan pengenceran atau menyaring flok dengan membuang sebagian limbah pada dasar tambak melalui saluran pembuangan yang umumnya ditempatkan di saluran tengah (Central drain) (Gambar 3).
Berdasarkan volumenya bioflok digolongkan padat bila volume flok dalam air mencapai > 20 mL/L, sedang bila volume flok mencapai 10–20 mL/L, rendah bila volume flok mencapai 1–10 mL/L. Dan rendah bila volume flok hanya mencapai < 1 mL/L.
7. Aplikasi dolomit
Dolomit dapat bisa terpalikasi bila terjadai penurunan pH air dalam tambak dan dosisnya 2–10 mg/L atau tergantung pada seberapa besar penurunan pH air. pH air tambak stabil pada pH 7–8 dengan fluktuasi 0,02–0,2.
Produksi Udang Vaname Bioflok Dari Tahun Ketahun
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros telah mencoba budidaya udang vaname sistem bioflok pada tambak intensif milik masyarakat . Lokasi pada Desa Hanura, Lampung Selatan. Dari hasil kegiatan tersebut memperoleh hasil perlakuan bioflok pada budidaya udang vaname intensif (padat penebaran 100 ekor/m2) selama 95 hari. Dan mendapatkan produksi sebesar 10,375 kg/ha (FCR 1,3) dan tanpa bioflok 9,176 kg/ha (FCR 1,6)
KEBUTUHAN MOLASE SEBAGAI SUMBER C
Untuk membentuk flok pada tambak, perlu sumber C tersedia seperti molase. Menurut Pantjara (2008), manfaat molase adalah sebagai Priming effect, karena berguna pada mikroorganisme. Yaitu untuk perkembangan mikroorganisme yang akhirnya dapat merombak limbah organik sisa pakan tersebut.
Jumlah pemberian molase pada tambak dapat terprediksi dengan mengestimasi jumlah limbah terutama dari sisa pakan dan kondisi lingkungan yang baik untuk bertumbuhnya bakteri dengan memonitor perbandingan karbon dan nitrogen. Kisaran perbandingan karbon dan nitrogen yang baik pada tambak adalah 1:10–20 dan optimal sekitar 1: 12–16.
Berikut ini adalah perhitungan kebutuhan jumlah molase untuk pembentukan flok pada budidaya uang vaname.
Sangat rendahnya pemanfaatan nitrogen pada pakan, menyebabkan kandungan amonia-nitrogen dalam air menjadi berbahaya. Sedangkan bakteri dapat memanfaatkan amonia-nitrogen dengan efisien jika rasio C/N sekitar 12–20. Sehingga kekurangan karbon dapat terganti dengan sumber karbohidrat tertentu seperti molase.
Perhitungan perkiraan sementara jumlah banyaknya kandungan nitrogen dalam air tambak 1 ha kedalaman 1 m (10.000 m3) adalah sebagai berikut :
- dengan asumsi Ekskresi nitrogen = 75%
- Kadar protein = 30%
- Nitrogen protein = 16%
- Jumlah pakan = 1 kg,
- Jumlah nitrogen dalam air = 1.000 g x 30% x 16% x 75% : 10.000 m3
air = 0,0036 mg/L TAN. - Butuh 555,55 hari untuk mencapai 2 mg/L TAN.
Namun jika pakan 100 kg/hari maka hanya perlu waktu 5,5 hari untuk mencapai level TAN berbahaya. Karena kandungan C dalam karbohidrat sekitar 40%, maka butuh = 100/ 40 x 0,36 x 12 = 10,8 mg/L karbohidrat.
Keunggulan Sistem Budidaya Bioflok
Keunggulan Teknologi bioflok pada budidaya udang vaname intensif :
- dapat mengurangi penggunaan pakan sekitar 10%–20%
- meningkatkan kondisi lingkungan terutama kualitas air tambak budidaya
- mempertahankan kesehatan udang sehingga produksi udang dapat ditingkatkan. | ejournal-balitbang.kkp.go.id