Penerapan Teknologi Bioflok Pada Tambak Udang Vaname

Diposting pada

Sebelum teknologi biofloc diterapkan di tambak maka terlebih dahulu segala kebutuhan yang menunjang keberhasilan teknologi tersebut harus dipersiapkan dengan baik. Persiapan meliputi sarana tambaknya beserta perlengkapan peralatan yang diperlukan, kebutuhan energi serta kesiapan sumberdaya manusianya. Untuk itu, perlu adanya pelatihan khusus kepada tenaga yang akan menanngani tambak tersebut.

1 Persiapan tambak dan peralatan

Tambak yang akan digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain, tambak harus bisa menampung air, tidak bocor atau merembes, tambak dilapisi plastik HDPE atau semen. Untuk tambak tanah, tipe tanah harus keras, berpasir dan bukan tipe lumpur yang mudah terkikis bila terkena arus kincir. Dasar dan pematang tanah yang mudah terkikis arus akan menyebabkan air cepat keruh karena suspensi tanah sehingga floc tidak bisa berkembang dengan baik. Disamping itu, kita akan mudah terkecoh. Yang tampak seperti floc yang sudah terbentuk tetapi sesungguhnya adalah partikel tanah yang melayang dalam kolom air. Jadi, teknologi biofloc kurang tepat diterapkan pada tambak yang kondisinya demikian.

Agar produksitivitasnya lebih baik dan kualitas air lebih stabil, sebaiknya tambak diusahakan lebih dalam agar dapat ditebar lebih banyak. Kedalaman tambak minimal 120 cm dan boleh lebih dalam lagi hingga 2,5 atau 3 meter yang penting teknik aerasi dan pengadukannya bisa menjangkau hingga kedalaman tersebut. Disamping itu, tambak harus dilengkapi dengan pembuangan tengah (central drain) untuk mengeluarkan endapan kotoran sewaktu-waktu.

Untuk menunjang agar pembuangan tengah bisa efektif maka penempatan kincir harus sedemikian rupa sehingga membentuk arus memutar dan bbisa menggerakkan kotoran ke tengah. Untuk itu jumlah kincir atau aerator harus mencukupi untuk menjaga agar oksigen selalu tinggi disemua tempat dan air harus dalam kondisi selalu bergerak agar bahan organik tidak cepat mengendap. Daerah mati harus diusahakan sedemikian rupa agar seminim mungkin. Bila perlu daerah mati ditiadakan dengan penempatan aerator yang tersebar di seluru bagian tambak tetapi tetap memperhatikan arah arus harus tetap memutar. Jumlah aerator yang dipasang harus sesuai dengan kebutuhan. Harus dikombinasikan antara kincir (paddle whell), long arm, aspirator (turbo jet). Akan lebih baik lagi bila dipasang blower atau super charge yang dapat diatur lokasi pengeluaran udaranya dari dasar tambak dan menyebar di semua area. Kebutuhan semua aerator untuk 1 hektar tambak antara 30- 60 hp, tergantung umur dan kepadatan udang di dalam tambak. Oksigen terlarut harus dijaga agar tetap di atas 4 ppm di semua tempat (termasuk daerah yang paling lemah arusnya).

Dengan adanya kebutuhan aerator yang banyak untuk menunjang teknologi biofloc maka kebutuhan energi juga harus disesuaikan. Baik energi yang berasal dari PLN maupun diesel atau genzet. Kapasitas genzet sebaiknya sesuai dengan kebutuhan. Jadi perlu ada 2 atau lebih genzet yang memiliki kapasitas yang berbeda bila dibutuhkan energinya lebih sedikit maka bisa menggunakan genzet yang berkapasitas lebih kecil dan juga sebaliknya.Agar penggunaan energi/ bahan bakar bisa lebih efisien.

Mengingat tidak adanya jaminan bahwa tidak ada daerah mati atau bahan organik/ kotoran yang mengendap, maka harus dipersiapkan alat untuk membersihkan dasar tambak yaitu sifon. Kotoran yang mengendap di dasar dibersihkan alat sifon. Biasanya pengerjaan sifon dilakukan pada umur udang mencapai 2 bulan. Alternatif lain untuk mencegah munculnya gas beracun adalah dengan menggunakan probiotik yang sesuai.

2. Memilih jenis bakteri probiotik

Bakteri probiotik merupakan bahan yang sangat dibutuhkan dalam penerapan sistem budidaya dengan sedikit/ tanpa ganti air. Bakteri probiotik komersial banyak dijual di pasaran sehingga petambak tidak perlu menyiapkan sendiri inokulan yang diperlukan karena biayanya cukup mahal. Namun untuk tambak yang memiliki perlengkapan laboratorium dan tenaga ahli (mikrobiologi), tidak ada salahnya bila membuat isolat sendiri karena isolat lokal biasanya lebih adaptif daripada isolat dari luar (pasaran bebas).

Jenis bakteri yang dipilih harus sesuai dengan kebutuhan. Salah satu jenis bakteri yang dapat membentuk floc karena dapat menghasilkan polimer PHA dan mengurai protein yang handal adalah Bacillus subtilis. Jenis bakteri ini banyak dijual di pasaran. Dan hampir semua produk probiotik yang dijual mengandung Bacillus subtilis. Bila menghendaki bakteri pembentuk floc yang lain bisa dipilih jenis Bacillus cereus. Disamping mampu membentuk floc bakteri ini dapat mengendalikan blue green algae.

Selain bakteri pembentuk floc, masih diperlukan isolat bakteri lain antara lain bakteri denitrifikasi, yang mengubah nitrat menjadi gas nitrogen (Bacillus licheniformis), bakteri pengoksidasi H2S (bakteri fotosintesis seperti Rhodopseudomonas, Rhodobacter) yang juga dapat menurunkan amonia dan nitrat. Bakteri yang dapat menekan perkembangan bakteri pathogen (vibrio) selain Bacillus subtilis (misalnya, Bacillus polymyxa, B. Megaterium, Alteromonas, Lactobacillus). Bakteri nitrifikasi yang dapat mengoksidasi amonia menjadi nitrit (Nitrosomonas dan Nitrobacter). Dan masih banyak lagi pilihan isolat bakteri yang bisa diperoleh sesuai dengan kebutuhannya.

3 Pembuatan starter / booster biofloc

Langkah awal yang menentukan kesuksesan penerapan teknologi biofloc adalah pembuatan starter atau booster biofloc. Pembuatan starter biofloc pada prinsipnya adalah sama dengan teknik kultur masal bakteri atau yang sering disebut fermentasi oleh para petambak. Ada sedikit perbedaan antara pembuatan starter biofloc dengan teknik pembuatan fermentasi yang biasa dilakukan di tambak. Pada teknik kultur masal yang biasa dilakukan di tambak lebih dititikberatkan pada jumlah bakteri yang dihasilkan dari proses pembelahan selama kultur. Sedangkan pada pembuatan starter biofloc lebih banyak penekanannya. Disamping jumlah bakteri, juga enzym dan poly hidroksi alkanoat atau PHA (lebih specifik lagi polyβ-hydroksi butirat atau PHB) yang dihasilkan harus terjaga agar tidak rusak karena penurunan pH maupun kontaminasi mikroba perusak PHA. Untuk itu pH harus terjaga di atas 6 dengan menambahkan buffer pada media kulturnya.

Dalam pembuatan starter biofloc yang harus diperhatikan adalah peralatan, tempat, media dan cara kultur.

Baca Juga:  Cara Menurunkan pH Air Tambak atau Menaikkannya

–       peralatan kultur starter biofloc

semua peralatan yang dipakai harus disterikan terlebih dahulu. Bersihkan peralatan dengan menggunakan detergen. Tahap berikutnya peralatan harus disterilkan sesuai dengan bahanya.alat-alat yang memungkinkan, seperti erlenmeyer,petri dish dll.distrelirkan dengan autoclaf. Untuk alat-alat seperti bak fiber ,ember plastik dan lain-lain dapat disterilkan dengan menggunakan kaporite 500 ppm

–       tempat atau ruang untuk pembuata starter biofloc

tempat atau ruang yang digunakan untuk pembuatan starter harus bersih,telindung dari angin (untuk menghindari kontaminasi) tidak boleh ada orang yang keluar masuk,beraktivitas disekitarnya,dalam keadaan tertutup.

–       Media dan cara kultur

Media untuk pengembangan/pembuatan starter biofloc (bakteri heterotfof) yang dibutuhkan antara lain :

–   Sumber karbon antara lain : dedek halus,teerpung beras,tepung beras,tepung terigu,molase,dll

–   Sumber nitrogen antara lain : tepung ikan,tepung kedelai,kaldu,urea,dll

–   Mineral : garam non iodium

–   Vitamin B kompleks

Contoh,formula media yang umum digunakan ditambak dan cara pembuatanya.

Bahan : dedak halus 3 kg,tepung ikan 1 kg,molase 2 liter,garam non iodium ½ kg,inokulen yang mengadung Bacillus subtiis 2 liter,vitamin B kompleks 10 butir dan air 100 liter.

Cara pembuatan media dan cara kultur

Sterilkan air secukupnya (150 liter).dengan menggunakan kaporite 50 ppm tunggu 1 malam,tambahan sodium thiosulfat 25 ppm,aduk sampai rata (aerasi kuat) untuk menetralkan kaporite,tunggu 1malam baru boleh dipakai,lebih baik dicek dulu kandungan residu chlorine apakah sudah netral atau masih ada sebelum air digunakan. Rebus air 15 liter dalam wadah berkapasitas 25-30 liter. Setelah mendidih masukkan dedak halus dan tepung ikan.aduk-adik selama 30 menit. Masukkan molase aduk sebentar,masukkan garam iodium kemudian angkat dari pemanas.masukkan adonan tersebut ke dalam wadah kultur (Tangki plastik atau fiber berkapasitas 120 liter) yang telah diisi air steril 85 liter. Cek suhunya. Bila suhunya dibawah 40 0C,masukkan inokulen bakteri  probiotik yang mengandung Bacillus dan tambahkan vitamin B komplek,putar air dengan menggunakan pompa submersible kecil(pompa untuk akuarium) atau digunakan aerasi yang kuat. Tutup wadah dengan menggunakan penutup atau kain hitam. Tunggu hingga 2-3 hari (kepadatan bakteri min 1x 10 sel/ml).patau penurunan PH.bila PH turun dibawah 6,5 lakukan penambahan larutan kapur secukupnya untuk menahan PH. Jaga PH diatas 6 hingga selesai pembuatan starter.

4.Pembuatan dan pemeliharaan floc didalam tambak

Mengubah senyawa organik dan anorganik yang mengandung senyawa karbon (C),hidrogen (H),Oksigen (O),Nitrogen (N) dengan sedikit available posfor (P) menjadi massa sludge berupa biofloc dengan menggunakan bakteri pembentuk flocs (flocs forming bacteria) yang mensintesis biopolimer polihidrosi alkanoat sebagai ikatan bioflocs.Bakteri pembentuk flocs dipilih dari genera bakteri yang non panthogen,memiliki kamampuan mensintesis PHA,memproduksi enzim ekstraseluler,memproduksi baktriosin terhadap baktei pathogen,mengeluarkan metabolit sekunder yang menekan pertumbuhan dan menetralkan toksin dari planton merugikan dan mudah dibiakan dilapangan.

Bioflocs yang terbentuk lebih jauh berfungsi bagi purifikasi air tambak,dengan fungsi sebagai pengoksidasi bahan organik lebih lanjut,melangsungkannitrifikasi ,dan pembatas pertumbuhan plankton. Bahan organik yang digunakan berupa pakan udang dengan proporsi C:N:P=100:10:1 sumber karbon tambahan dari kalsium karbonat (kaptan). Sumber nitrogen tambahan dari pupuk  ZA (Ammonium Sulfat) (Aiyushirota).

5. aplikasi biofloc di tambak

Sebelum tambak diisi air, tambak harus dibersihkan dan disterilkan dengan cara disemprot chlorine (kaporite) untuk menghilangkan sisa-sisa bakteri yang merugikan. Setelah siap, tambak diisi air hingga penuh (sesuai ketinggian yang dikehendaki) dan dilakukan sterilisasi air dengan menggunakan kaporite 30 ppm. Kincir dioprasikan untuk meratakan atau mengaduk kaporite supaya merata kurang lebih 3-5 jam. Setelah itu matikan kincir hingga 24 jam. Operasikan kembali semua kincir untuk menguapkan atau menetralkan senyawa chlor yang masih ada. Bila ada ikan atau organisme lain yang mati segera diambil dan kubur.

Lakukan pemupukan awal dengan menggunakan pupuk NPK (15:15:15) 5 ppm atau ZA dan SP-36 dengan perbandingan 2:1 dosis 5 ppm untuk menumbuhkan plankton. Jangan gunakan urea, karena akan merangsang perkembangan blue green algae. Lanjutkan dengan pemberian dolomite dengan dosis 10 ppm tiap 3 hari sampai warna air terbentuk.Tebarkan starter biofloc dengan dosis 5 ppm setiap hari. Setelah warna air (plankton) terbentuk, maka bakteri prebiotik akan berkembang si lapisan air bagian bawah (dasar tambak). Sehingga pada suatu saat akan terjadi persaingan ruang antara bakteri dengan plankton (algae).Pemberian karbon organik (molase) dengan dosis 50 liter per ha 2 kali seminggu untuk memacu perkembangan bakteri heterotrof dan pembentukan floc di dalam tambak. Floc akan terbentuk dan plankton akan tergeser setelah kandungan karbon organik (TOC) cukup tinggi atau mencapai 100 ppm. Pergeseran dari dominasi plankton ke dominasi bakteri (floc) ditandai dengan banyaknya busa halus berwarna putih menutupi permukaan air tambak.

Seiring bertambahnya umur dan meningkatnya konsumsi pakan oleh udang, maka akan terjadi penumpukan senyawa N anorganik (amonia, nitrit dan nitrat). Untuk itu, pemberin karbon organik harus ditingkatkan untuk menaikan nilai C/N ratio. Ada beberapa alternatif sumber karbon organik selain molase yaitu tepung terigu, tepung tapioka,tepung gaplek, gula pasir dan dedak halus. Dengan perkiraan jumlah kandungan karbon sekitar 50% untuk yang berbentuk tepung dan sekitar 24% untuk molase.

6. Penggunaan pupuk amonium, fosfat, silikat

Pupuk anorganik umumnya digunakan di awal budidaya saat persiapan air untuk menumbuhkan plankton. Dengan perbandingan N/P yang sesuai di harapkan pkankton yang tumbuh adalah dari kelompok green alga (Chlorella, Nannochloropsis, Tetrasemis) dan Diatom (Skeletonema, Chaetoceros, Navicula, Cyclotella, Amphora) yang memberikan pengaruh pertumbuhan yang baik bagi udang.pemberian pupuk silikat sangat diperlukan untuk menjaga agar diatom  tetap ada didalam air tambak. Disamping itu,Si juga diperlukan oleh udang untk membantu mempercepatan pergerasan kulit selain Ca. Namun setelah plankton cukup kepekatanya dan komonitas akan bergeser kearah biofloc , maka fosfat tidak diperlukan lagi.karena kebutuhan bakteri akan fosfat sanngat kecil. Bahkan setelah komonitas mikroba dominan, orthofosfat  dalam air cenderung mningkat terus. Bila kondisi air didominasi plankton , maka kandungan orthofosfat berkisar  20:% dari total fosfat yang ada. Sebalikna bila kondisi air didominasi oleh floc maka kandungan orthofosfat dapat mencapai 80% dari fosfat dalam air. Oleh karena itu pengikatan kelebihan fosfat sangat perlu untuk mencegah dominasi BGA. Fosfat dapat dikurangi dengan cara diikat menggunakan bahan tertentu seperti tawas,kaolin,nentonit,zeolite,kapur dan tanah liat.

Baca Juga:  Fermentasi Probiotik Budidaya Udang Vaname Intensif

Pupuk amonium atau yang lebih dikenal dengan pupuk ZA, (NH4)2SOsaat-saat tertentu masih diperlukan. Pupuk ZA tidak saja bisa digunakan untuk menumbuhkan plankton tetapi juga dapat digunakan untuk mengendalikan jenis-jenis plankton tertentu. Banyak jenis-jenis plankton yang merugikan yang dapat dikendalikan dengan menggunakan pupuk ZA. Alexandrium (dinoflagellata yang menghasilkan racun saxitoxin) mati dengan pupuk ZA 3 ppm (setara 1 ppm NH4+), primnesium, euglena, dan beberapa jenis plankton blue green algae juga dapat dikendalikan dengan amonium sulfat (pupuk ZA).

7. Pengapuran

Proses perombakan bahan organik baik secara aerob maupun anaerob menghasilkan gas CO2 dan beberapa menghasilkan senyawa asam organik. Akibatnya akan terjadi penurunan alkalinitass maupun PH. Untuk mencegah penurunan alkalinitas dan PH dapat dilakukan pengapuran. Pengapuran, disamping berguna untuk meningkatkan dan mempertahankan alkalinitas dan PH juga dapat mengikat kelebihan fosfat sementara dalam air. Pengikatan fosfat sementara dalam air berguna untuk mengendalikan /mencegah munculnya BGA secara berlebihan.

Ada beberapa macam kapur yang bisa digunakan antara lain kapur aktif (gamping) atau CaO, kapur tohor Ca(OH)2, kapur pertanian CaCOatau dolomite CaMg(CO3)2. untuk pengapuran digunakan kapur tohor Ca(OH)atau lebih kenal sebagai kapur bangunan.

CO2+H2O+Ca(OH)2→CaHCO3

2H++Ca(OH)2→ Ca2++2H20

Pemberian kapur pada saat awal budidaya (sampai 1 bulan) belum perlu dilakukan,setelah 1 bulan diberikan dengan dosis 5-10 ppm 1 minggu 1 kali. Setelah 2 bulan ditingkatkan dosis dan frekuensinya seiring dengan bertambahnya umur dan konsumsi pakan. Namun pertimbangan utama yang harus dilakukan dalam pemberian kapur baik dosis maupun frekuensinya adalah PH air dan kandungan alkalinitasnya. Karena bila tidak terkendali alkalinitasnya bisa turun hingga 40 ppm dan PH bisa mencapai 6,7.

8. Pemberiankarbon organik melalui pakan

Pemberian karbon organik melalui pakan untuk meningkatjan nilai C/N ratio pakan masih belum banyak dilakukan oleh penambak. Namun akhir-akhir ini baru mulai ada beberapa petambak yang mencampurkan pakan dengan molase dan dedak halus dan sebagian menggunakan tepung tapioka. Penambahan karbon organik melalui pakan bertujuan untuk meningkatkan C/N ratio sehingga amonia yang menghasilkan atau dibuang ke dalam lingkungan tambak bisa terkendali. Besarnya karbon organik yang diperlukan untuk meningkatkan C/N ratio pada pakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Avnimeleh, 1996) :

∆CH=(CP/6,25).W.(C/N)mic/%.(ζ)

∆CH          = kebutuhan karbohidrat

CP = crude poin

6,25          = kostanta

W  = prosentase N yang terbuang (50-70%)

(C/N)mic = C/N ratio mikroba (4-6)

%C           = kandungan (prosentase) karbon (24-50%)

(ζ) = efisiensi sitesa  protein (0,4-0,6)

Berdasarkan rumus diatas maka kebutuhan karbihidrat untuk berbagai formula pakan dengan kadar protein bebeda dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.1 kebutuhan karbohidrat untuk berbagai formula pakan dengan kadar protein berbeda

Protein pakan (CP) Kebutuhan karbohidrat (∆CH) Protein pakan (CP) Kebutuhan karbohidrat (∆CH) Protein pakan (CP) Kebutuhan karbohidrat (∆CH)
25% 40% 35% 56% 44% 70%
28% 45% 36% 58% 45% 72%
30% 48% 38% 61% 50% 80%
32% 51% 40% 64% 55% 88%

9. Permasalahan floc dan penanggulangannya

–       Floc susah jadi

Ada beberapa penyebab sehingga floc susah jadi atau tidak terbentuk diantaranya ada kemungkinan tidak terdapat bakteri pembentuk floc (yang menghasilkan polimer PHA), kekurangan bahan organik terutama C, nilai C/N ratio tidak sesuai, tambak sudah terlebih dahulu ditumbuhi lumut sutera (Chaetomorpha sp.).perlu ditinjau ulang inokulan bakteri apa yang digunakan sebagai starter, jumlah pasokan C organik ke dalam tambak dan penyesuaian nilai C/N ratio. Bila disebabkan oleh lumut sutera, maka perlu diberi perlakuan dengan bakteri fotosintetik, memberikan starter dengan dosis yang lebih tinggi hingga lumut sutera kehabisan nutrisi karena persaingan. Saat persiapan, sisa-sisa lumut sutera harus dibersihkan dan diberi perlakuan larutan asam (HCL 1 %) untuk membasmi spora-sporanya.

–       Biofloc ketebalannya berkurang (normal 10-20 cm) dan warna air mengarah ke hijau :

Hentikan pengenceran, tahan air selama 5-6 hari, aplikasikan pupuk ZA 1 ppm setiap harinya untuk menekan pertumbuhan chrollera atau aplikasikan pupuk ZA 5 ppm setiap harinya untuk menekan pertumbuhan blue green algae. Pada hari ke 7 sirkulasi / pengenceran secara over flow dapat dilakukan kembali (Aiyushirota).

–       Bioflocs ketebalannya berkurang (normal 10-20 cm sechi disk) dan warna air mengarah ke coklat merah :

Hentikan pengenceran tahan air selama 5-6 hari, aplikasikan CaCO/ kaptan 20 ppm setiap harinya dan 1-2 x treatment dengan Kalsium peroksida. Pada hari ke 7 sirkulasi / pengenceran secara over flow dapat dilakukan kembali (Aiyushirota).

–       Warna hijau biru (WGA) atau merah (Dinoflagellata) tetap ada setelah 5-6 hari treatment :

Berlakunya pola sistem “minimal exchange water” terhadap tambak tersebut, hindari pengenceran / sirkulasi. Penambahan air hanya dilakukan untuk mengganti air yang hilang / susut akibat penguapan, perembesan dan susut air akibat pembuangan lumpur rutin harian saja (Aiyushirota).

–       Floc terlalu pekat

Kurangi pakan hingga 30% dari konsumsi normal agar udang makan sebagai floc. Lakukan beberapa hari sebagai ketebalan floc berkurang. Cara seperti ini yang dilakukan  oleh McIntosh (2000).

–       Floc diikuti kematian udang

Ada beberapa kemungkinan penyebab, antara lain : adanya serangan penyakit IMNV, LvNV, vibriosis. Kemungkinan faktor mutu air seperti kekurangan DO (BOD sangat tinggi), floc terlalu kental dan sebagian mengendap sehingga muncul gas H2S yang meracuni udang, floc didominasi algae beracun atau bakteri pathogen (vibrio). Untuk itu, penerapan teknologi Biofloc harus dilengkapi dengan fasilitas laboratorium seperlunya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *